Foto : laron saat malam hari, tertarik dan mengitari lampu
Kota Probolinggo, kabarprobolinggo.com - Pernah gak, lagi asyik duduk di ruang tamu habis hujan, kamu menyalakan lampu, lalu tiba-tiba tamu dadakan datang bergerombol, beterbangan heboh seperti ada pesta? Itu laron.
Dari jauh kelihatannya cuma serangga random yang kepincut lampu. Tapi kalau didekati ceritanya cukup dramatis, laron sebenarnya adalah rayap remaja siap nikah. Para calon raja dan ratu yang keluar sarang hanya untuk satu misi, menemukan pasangan, melepaskan sayap, lalu memulai negara (koloni) baru. Dilansir dari penjelasan peneliti serangga LIPI (kini BRIN), Rosichon Ubaidillah, satu koloni rayap memang punya kasta, yaitu pekerja, prajurit, dan kasta reproduktif.
Ketika musim hujan, ratu memperbanyak produksi rayap bersayap (alate), inilah yang kita sebut laron, untuk terbang kawin dan membuka koloni baru. Karena itu, kemunculan laron biasanya meledak setelah hujan.
Kenapa selalu dekat lampu? Secara sederhana, laron punya kompas alami yang terbiasa menavigasi lewat cahaya di alam seperti bulan atau bias cahaya senja. Begitu ada sumber cahaya buatan yang jauh lebih terang, misalnya lampu neon teras, kompasnya ngadat. Mereka berkumpul, mengitari lampu, lalu mendadak turun pangkat dengan melepas sayap, berpasang-pasangan, dan merayap mencari celah lembap.
Studi lapangan mengkonfirmasi kebiasaan ini, brosur edukasi Departemen Pertanian & Layanan Konsumen Florida menyebut alate tertarik ke cahaya saat suasana senja yang hangat, lembap, dan tenang, momen favorit laron untuk resepsi terbang atau nuptial flight.
Bahkan, preferensi warna cahaya mereka pernah diuji. Riset M.T. Ferreira dkk. menguji enam panjang gelombang dan mendapati laron Cryptotermes brevis paling suka spektrum putih/biru/hijau sekitar 460–550 nm dan jauh kurang tertarik pada kuning ke merah sekitar 590–625 nm.
Secara praktis, itu artinya lampu putih dingin atau cool white cenderung lebih mengundang dibanding cahaya hangat kekuningan. Jadi kalau rumahmu sering jadi venue laron, beralih ke spektrum hangat bisa membantu mengurangi tamu heboh ini.
Siklus hidup laron sendiri singkat tapi padat. Mereka keluar dari kota bawah tanah setelah hujan ketika tanah lunak, waktu terbaik untuk menggali kamar pengantin. Begitu bertemu jodoh, sayapnya patah di garis lemah alami dan ditinggal di lantai, itulah kenapa pagi-pagi kamu sering melihat karpet sayap di bawah lampu.
Panduan entomologi Universitas Kentucky menegaskan bahwa swarmers atau laron yang muncul di dalam rumah sebenarnya tidak bisa merusak kayu dan biasanya hanya bertahan sekitar sehari, misi mereka cuma satu, yaitu kawin dan mendirikan koloni di tempat yang lembab dan terlindung.
Lalu, berbahayakah laron buat manusia? Secara langsung, tidak. Mereka tidak menggigit, tidak menyengat, dan bukan penular penyakit. Sumber kesehatan konsumen seperti Healthline menjelaskan, kasus gigitan rayap pada manusia sangat jarang dan tidak berisiko, yang berbahaya justru kerusakan struktur rumah akibat koloninya, bukan laronnya.
Namun untuk sebagian orang sensitif, serpihan sayap, debu, atau partikel tubuh laron yang menumpuk setelah pesta lampu bisa memicu iritasi atau memperburuk alergi atau asma. Ini juga disinggung dalam artikel kesehatan perumahan dan catatan sejumlah layanan pengendalian hama, seperti sayap rontok, kotoran halus, dan debu dari aktivitas rayap bisa jadi alergen lingkungan. Jadi aman, tapi tetap jaga kebersihan setelah pesta.
Yang lebih perlu diwaspadai adalah episode lanjutannya. Sebab ketika laron berhasil kawin dan menemukan celah lembab di sekitar pondasi, kusen, atau bawah lantai, mereka berubah status menjadi raja–ratu dan memulai koloni.
Nah, inilah momok kayu. Dokumen UF/IFAS dari Universitas Florida menjelaskan, bahwa rayap tanah membangun terowongan lumpur, memakan bagian lunak kayu, dan bekerja diam-diam, sering kali permukaan kayu tampak baik-baik saja sampai diketuk, baru terdengar kopong. Dengan kata lain, laron itu seperti notifikasi ada aktivitas rayap di sekitar sini.
Kalau begitu, apa yang bisa kita lakukan ketika rumah tiba-tiba disambangi laron? Pertama, jangan panik, matikan dulu sumber cahaya yang tidak perlu. Banyak panduan praktis menyarankan meminimalkan lampu teras atau halaman saat puncak musim laron, terutama lampu putih terang, karena itu laksana papan reklame raksasa bagi mereka.
Bila perlu, gunakan lampu dengan spektrum hangat atau redupkan, karena seperti riset tadi bahwa respon laron lebih rendah pada kuning ke merah. Sederhana, tapi efektif mengalihkan kerumunan ke sumber cahaya di luar rumah.
Kedua, rapikan dan bersihkan sisa pesta. Gunakan sapu atau vakum sayap dan bangkai laron. Tujuannya bukan sekadar estetik, tetapi juga mengurangi potensi alergi dan menghilangkan sinyal tempat lembab nyaman bagi pasangan rayap yang baru. Panduan perumahan sehat (CDC/HUD) dan berbagai catatan pengelolaan hama menekankan kebersihan dan manajemen kelembaban sebagai kunci pencegahan hama dalam rumah, termasuk rayap.
Ketiga, cegah akses fisik. Pasang kawat kasa (wire mesh) anti karat pada ventilasi, panduan University of Tennessee Institute of Agriculture merekomendasikan bukaan tak lebih dari 1/4 inci dan tutup celah di sekitar pipa atau kabel dengan sealant. Prinsip dasarnya, kalau pintu kecil kita jaga, tamu tak diundang lebih sulit masuk.
Keempat, kelola kelembapan. Laron dan koloni rayap menyukai area lembap yang teduh. Jadi, jauhkan mulsa atau rumput rimbun dari pondasi, pastikan saluran air lancar, perbaiki kebocoran, dan sirkulasikan udara di area bawah lantai, bila ada. Dokumen-dokumen pencegahan hama rumah tangga menekankan jarak minimal antara vegetasi dan dinding serta pentingnya mengurangi kelembaban di sekitar pondasi untuk menurunkan risiko rayap.
Kelima, pahami sinyal-sinyal lanjutan. Kalau kamu melihat terowongan tanah kecil di tembok atau pondasi, serpihan kayu seperti tanah liat, atau kusen yang terdengar kopong ketika diketuk, itu bukan lagi urusan laron lewat, tapi indikasi koloni yang mulai bekerja. Pada fase ini, konsultasi dengan profesional direkomendasikan.
Lembaga penyuluhan seperti North Carolina Cooperative Extension menggarisbawahi bahwa swarm adalah strategi penyebaran. Kemunculannya adalah pengingat alam bahwa rayap ada di sekitar dan bisa memulai koloni baru di properti kita.
Di Indonesia sendiri, faktor cuaca membuat laron terasa lebih rajin muncul. Iklim hangat lembab sepanjang tahun adalah surga buat rayap, mereka bisa aktif di musim hujan maupun kemarau, dengan lonjakan alate setelah hujan. Artikel edukasi Rentokil Indonesia (2024) menulis, kondisi Indonesia memang optimal untuk aktivitas rayap sepanjang tahun, itu sebabnya fenomena laron terasa akrab di banyak kota atau kampung.
Sementara unggahan sains LIPI/BRIN menjelaskan kenapa musim hujan memicu produksi laron oleh ratu. Keduanya saling melengkapi, cuaca cocok + siklus reproduksi musiman = pesta lampu yang rutin.
Sekarang, mari kembali ke pertanyaan awal, apa laron itu bahaya buat manusia? Jawabannya tidak. Mereka tidak menggigit/menyengat, tidak menularkan penyakit. Healthline menuliskan, risiko gigitan rayap pada manusia sangat rendah dan lebih sebagai ketidaknyamanan ketimbang bahaya medis.
Kekhawatiran yang masuk akal justru soal alergi/asma bagi yang sensitif dan yang besar risiko kayu dan struktur rumah bila koloni berkembang. Jadi, kalau malam ini kamu melihat laron berdansa di sekitar lampu, anggaplah itu notifikasi alam, cek kelembaban, cek celah, rapikan kebersihan, dan atur cahaya.
Bagian serunya, sains juga memberi kunci lampu yang sederhana, karena laron lebih tertarik pada spektrum putih–biru–hijau (460–550 nm), kita bisa menutup panggung dengan mengurangi lampu putih terang saat puncak musim dan menggantinya dengan cahaya lebih hangat saat diperlukan.
Studi di Florida dan Azores soal C. brevis jadi rujukan klasik, temuan serupa bahwa perilaku tertarik cahaya meningkat pada intensitas tertentu ikut memperkuat ide bahwa mengatur intensitas dan spektrum adalah strategi rumah tangga yang masuk akal. Untuk kamu yang tinggal di area rawan laron, tips kecil ini bisa terasa seperti sihir.
Terakhir, mari luruskan satu miskonsepsi, laron yang bertebaran di ruang tamu bukan berarti rumahmu pasti dimakan rayap. Universitas Kentucky menekankan bahwa swarmers yang muncul di dalam rumah bisa jadi tersesat dari koloni di luar (misal lewat celah ventilasi), dan mereka sendiri tidak memakan kayu.
Tetapi, itu sinyal kuat untuk inspeksi dini, sebab kalau ada akses dan kelembaban, pasangan laron bisa menetap dan memulai koloni. Dengan kata lain, laron itu alarm bukan bencana. Dan seperti semua alarm yang baik, ia mengajak kita bertindak tepat waktu.
Jadi, bila suatu malam rumahmu kembali jadi venue festival laron, kamu sudah tahu skenarionya, padamkan lampu yang tidak perlu, alihkan ke cahaya hangat bila memungkinkan, tutup ventilasi dengan kasa rapat, sapu bersih sayap dan bangkai, keringkan area lembap, dan amati tanda-tanda sisa. Kalau menemukan indikasi terowongan tanah, kayu kopong, atau kerusakan lain, hubungi profesional untuk pemeriksaan.
Panduan UF/IFAS menjelaskan, sifat rayap itu senyap dan sistematis; tindakan dini jauh lebih murah dibanding perbaikan besar setelah bertahun-tahun. Intinya, laron hanya cameo yang lewat beberapa jam, tetapi kisah panjang rayap bisa berlangsung bertahun-tahun kalau kita membiarkannya.
Dan di balik semua kerepotan sapu-sapu sayap, ada juga cara memandangnya dengan lebih tenang, laron adalah adegan singkat dari skenario besar ekosistem, makhluk kecil yang mengikuti kalender hujan, membaca kode cahaya, lalu mengejar babak baru kehidupannya.
Kita tak perlu takut, cukup paham penyebabnya, tahu langkah pencegahannya, dan siap bertindak kalau ada tanda-tanda sekuel yang tak diinginkan. Sains sudah memberi peta, dari pilihan warna lampu hingga kebiasaan kawin setelah hujan. Sisanya, tinggal kita yang mengatur panggung rumah supaya tetap nyaman untuk manusia, bukan untuk kerajaan rayap.(*/Rud)

0 Comments