Kota Probolinggo, kabarprobolinggo.com - Di tengah hiruk-pikuk dunia informasi, ketika kata-kata berlari lebih cepat dari apapun. Afiliasi Wartawan Probolinggo Raya (AWPR) resmi menetapkan kepengurusan baru melalui forum konsolidasi terbuka yang digelar di Warung Mbak Yanti, kawasan Taman Maramis, Kota Probolinggo, pada Jum'at siang (31/10/2025)
Dalam forum terbuka tersebut, dilakukan penyerahan jabatan dari Ketua lama, Hariadi, kepada Ketua baru Fahrul Mozza yang kini sah secara legalitas, dengan didampingi Sekretaris Alex Putra Wicaksana dan Bendahara M. Sodik. Struktur baru ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) AWPR serta telah disepakati oleh seluruh anggota AWPR yang hadir.
Dewan Etik/Penasehat AWPR yang turut hadir dan memberi dukungan antara lain Didik Purwandi, Hariadi, dan Soni Buslan, yang menyatakan komitmen penuh untuk mengawal arah baru organisasi tersebut.
Ketua baru AWPR , Fahrul Mozza, menegaskan bahwa periode kepemimpinannya akan difokuskan pada penguatan solidaritas, profesionalisme, dan penegakan etika jurnalistik di kalangan wartawan.
"Kami ingin menjadikan AWPR sebagai rumah besar bagi semua wartawan di Probolinggo Raya. Tidak boleh ada sekat, tidak ada ego sektoral. Semua harus bersatu menjaga marwah profesi dan bekerja untuk kepentingan publik,” tegas Fahrul.
Dalam konsolidasi tersebut juga ditegaskan bahwa struktur organisasi hanya terdiri dari Dewan Etik, Ketua, Sekretaris, dan Bendahara (KSB). Tidak ada posisi Humas AWPR, dan jika ada pihak yang mengklaim jabatan tersebut di berbagai instansi, maka hal itu dinyatakan tidak sah.
Program jangka pendek yang disiapkan antara lain pembenahan internal, peningkatan kapasitas anggota melalui pelatihan jurnalistik, serta memperluas jaringan kemitraan strategis dengan instansi pemerintah, lembaga hukum, dan organisasi masyarakat sipil.
Ditengah gencarnya isu negatif terhadap wartawan, dimana peran wartawan kembali jadi sorotan. Maka dengan tegas Fahrul mengatakan bahwa wartawan bukan calo berita, wartawan menulis berdasarkan fakta dan nurani.
"Wartawan bukan cuma sebagai pengantar kabar, tapi sebagai penegak nurani," tegasnya.
Hal tersebut disampaikan Fahrul usai Penyerahan kepemimpinan AWPR dari Hariadi kepada Fahrul Mozza.
“Jurnalis itu bukan tukang catat. Mereka adalah penjaga keadilan,” tambah Fahrul.
"Menyoal keadilan, pers punya tanggung jawab moral: menyuarakan yang lemah, menyorot yang salah, dan memberi tempat bagi mereka yang sering terpinggirkan," kata Edy seorang jurnalis yang tergabung dalam Afiliasi Wartawan Probolinggo Raya (AWPR).
Berbagai pernyataan menggema, untuk kembali kepada esensi. Di benak wartawan yang sering dipenuhi suara hiruk pikuk berita, para wartawan diharapkan tidak cuma fokus pada hal yang tersirat tapi harus mampu melihat apa yang terjadi bibaliknya, agar fakta selalu menjadi juru bicara.
"Karena berita bukan sekadar teks yang lahir dari 'katanya' Berita adalah suara, dan suara itu harus berpihak pada kebenaran," ujar Hariadi usai serah terima.
"AWPR harus berkomitmen memenuhi harapan besar masyarakat, agar wartawan tetap tegak, tidak goyah oleh tekanan atau iming-iming manis," pesan Hariadi menambahkan.
"Sebab, kalau pena mulai tunduk pada kekuasaan, maka kebenaran akan terkubur pelan-pelan. Oleh karena itu, profesi ini bukan cuma soal menyampaikan informasi. Tapi soal keberanian," Ujar Soni Buslan selaku Penasehat AWPR menimpali.
"Sudah seharusnya wartawan harus jadi suara keadilan, bukan sekadar penulis berita. Dan selama idealisme itu masih menyala, kepercayaan publik akan tetap terjaga," tambah soni penuh semangat.
"Jaman boleh berubah, tapi amanah tetap sama, menuliskan apa adanya, dan menyuarakan apa yang seharusnya," pungkasnya.
Ada hal menarik menjelang berakhirnya Pertemuan AWPR. Forum itu juga menyoroti isu publik yang sedang menjadi perhatian, yakni kasus dugaan penganiayaan terhadap Suarni, seorang janda asal Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.(*/Por)

0 Comments