Kredit Usaha Rakyat (KUR) Di Bawah 100 Juta Tak Butuh Jaminan


Foto  :  Poster Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan slogan 'Mudah dan Murah'.

Kota Probolinggo, kabarprobolinggo.com  -  Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang digagas pemerintah sebenarnya ditujukan untuk membantu masyarakat kecil dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), agar bisa mendapatkan akses pembiayaan tanpa harus terbebani syarat berat seperti agunan atau jaminan tambahan. Sayangnya, masih banyak laporan di lapangan yang menunjukkan bahwa sejumlah bank penyalur justru meminta jaminan, bahkan untuk pinjaman dengan nominal di bawah 100 juta rupiah. Padahal, aturan pemerintah dengan tegas menyatakan bahwa KUR dengan plafon di bawah atau sama dengan 100 juta rupiah tidak boleh disyaratkan agunan tambahan. Kesadaran masyarakat terhadap aturan ini menjadi penting agar tidak ada lagi pelaku usaha kecil yang dirugikan oleh praktik perbankan yang menyimpang dari kebijakan.

Menurut kurekon, untuk pembiayaan KUR hingga 100 juta rupiah tidak dipersyaratkan adanya agunan tambahan. Artinya, satu-satunya jaminan yang cukup adalah kelayakan usaha dan kemampuan calon debitur dalam mengelola bisnisnya. Ketentuan ini juga ditegaskan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 yang menyebutkan bahwa agunan tambahan hanya berlaku bagi debitur yang mengajukan KUR dengan plafon di atas 100 juta rupiah. Dengan kata lain, jika bank tetap meminta jaminan untuk pinjaman di bawah angka tersebut, maka tindakan itu sudah menyalahi kebijakan resmi pemerintah dan dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan.

Sejalan dengan hal itu, menurut moneykompas, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM menegaskan agar bank penyalur tidak melanggar ketentuan tersebut. Menteri Koperasi dan UKM bahkan menyampaikan peringatan keras dengan mengatakan bahwa, kalau ada bank yang meminta agunan untuk KUR di bawah 100 juta rupiah, maka subsidi bunga bagi bank tersebut tidak akan dibayarkan oleh pemerintah. Kutipan itu menunjukkan sikap tegas pemerintah terhadap bank yang tidak menjalankan kebijakan KUR sesuai peraturan. Langkah ini juga menjadi bentuk perlindungan terhadap masyarakat kecil yang selama ini menjadi sasaran utama program KUR.

Kenyataannya, masih banyak kasus di lapangan di mana masyarakat atau pelaku usaha kecil terpaksa menyerahkan jaminan berupa surat kendaraan, sertifikat tanah, atau aset pribadi lainnya hanya untuk mendapatkan pinjaman KUR di bawah 100 juta rupiah. Bisa dibilang praktik ini masih sering terjadi karena banyak nasabah yang belum mengetahui aturan bahwa KUR kecil tidak memerlukan agunan tambahan. Ketidaktahuan masyarakat inilah yang sering dimanfaatkan oleh sebagian oknum di lembaga keuangan untuk tetap memberlakukan kebijakan lama yang lebih menguntungkan pihak bank. Padahal, semangat dari program KUR adalah memberikan kepercayaan kepada pelaku usaha mikro agar dapat berkembang tanpa tekanan finansial yang berlebihan.

Bagi masyarakat yang menghadapi situasi semacam ini, pemerintah menyediakan jalur resmi untuk melapor. Laporan dapat disampaikan kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, atau Ombudsman Republik Indonesia. Menurut kurekon, bukti-bukti yang perlu disertakan antara lain salinan pengajuan KUR, bukti permintaan jaminan dari pihak bank, serta identitas cabang bank yang bersangkutan. Dengan adanya laporan ini, pemerintah bisa menindaklanjuti temuan di lapangan dan memastikan bahwa bank penyalur menjalankan fungsi mereka sesuai aturan. Selain itu, masyarakat juga perlu tahu bahwa bank yang terbukti meminta agunan tambahan pada pinjaman di bawah 100 juta rupiah dapat dikenai sanksi berupa penundaan atau pembatalan subsidi bunga dari pemerintah.

Pemerintah sudah menyiapkan sistem pengawasan ketat agar bank tidak melanggar ketentuan program KUR. Salah satu bentuk sanksinya adalah penghentian subsidi bunga atau margin bagi bank penyalur yang terbukti meminta agunan tambahan. Dengan demikian, masyarakat berperan penting dalam memastikan kebijakan ini berjalan adil dengan cara aktif melapor jika menemukan pelanggaran di lapangan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan dan kesadaran masyarakat sebagai penerima manfaat program ini.

Kasus permintaan agunan untuk KUR di bawah 100 juta rupiah seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik masyarakat maupun lembaga keuangan. Bagi masyarakat, penting untuk memahami hak-hak mereka sebelum mengajukan pinjaman agar tidak mudah dirugikan oleh kebijakan yang menyalahi aturan. Sementara bagi pihak bank, kepatuhan terhadap peraturan adalah bentuk tanggung jawab moral dan profesional terhadap masyarakat kecil yang sedang berjuang membangun usaha. Pada akhirnya, KUR bukan hanya sekadar program pinjaman modal, tetapi merupakan wujud nyata dari kehadiran negara dalam mendukung ekonomi rakyat.

Jika masyarakat semakin sadar dan berani melapor saat menemukan pelanggaran, maka tidak ada lagi bank yang bisa semena-mena menentukan syarat di luar aturan. Dengan begitu, program KUR benar-benar dapat menjadi jalan bagi UMKM untuk naik kelas dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional tanpa harus terbebani oleh syarat-syarat yang seharusnya tidak ada. Kesadaran inilah yang perlu terus dibangun agar keadilan ekonomi benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.(*/Red)

Post a Comment

0 Comments

Info terkini